7 Maret 2013

Petualangan ke Negeri Monster.....Arrr




Pada abad 25 yang kini  kutinggali, tak pernah sekalipun kuhirup udara segar,  semua hutan di bumi telah tiada dan tak ada satu makhluk pun yang dapat hidup di bumi selain manusia.

Aku sudah jenuh dengan dunia seperti ini, aku ingin merasakan indahnya dunia, udara yang begitu segar, dan langit yang cerah. Tak lama kemudian, aku mengajak 2 sahabatku yang bernama Galang dan Maria untuk merasakan segarnya dunia di masa lalu. Betapa senangnya aku, karena mereka tidak menolak permintaanku. Akhirnya kami merancang mesin waktu yang bisa kembali pada masa prasejarah. Tidak mudah untuk merancang mesin waktu, banyak kendala yang kami dapatkan. Namun dengan kesabaran dan keuletan kami, kendala itu dapat kami atasi bersama-sama. Sebulan sudah kami merancang mesin waktu itu, kini saatnya berkemas dan istirahat sejenak.
Rasa kantuk masih terasa, mataku juga sulit kubuka, namun sekarang saatnya berangkat. Namun sebelumnya, kami berdoa bersama agar perjalanan kami selamat. Kami bertiga dan tak lupa pacarku Putri duduk dalam tabung bening yang siap mengantarkan kami pada masa T-rex masih ada.
Galang telah memasukkan kata sandi untuk berangkat dan tabung kami pun melesat sangat cepat, bahkan kecepatannya 2 kali lebih cepat dari kecepatan cahaya. Hanya dalam selang waktu 15 menit, kami terdampar di pulau yang sepi. Meskipun matahari masih bersinar, kami sangat takut karena mendengar suara yang aneh. Karena begitu penasarannya, kami menyusuri pulau ini sampai ke dalam hutan.
Kini sang mentari telah turun, itu membuat kami semakin ketakutan. Jalanan becek dan berlumpur telah kami lewati, namun kami terperosok ke jurang yang sangat dalam sebab saat itu sangat gelap. Jurang ini sangat dalam dan untuk kembali ke permukaan sangatlah mustahil untuk dilakukan. Setelah berputar-putar, kami menemukan lorong yang sangat besar. Terpaksa harus kami memasuki lorong itu, karena hanya itu jalan satu-satunya yang bisa kami lewati. Kami sudah sangat lelah dan akan istirahat sejenak di dalam lorong tersebut. Namun rencana untuk istirahat telah dibongkar oleh monster raksasa bermata satu yang tingginya 4x dari tubuhku. Kami berusaha melawan moster itu dengan benda yang ada di dalam lorong tersebut. Kami melemparinya batu, namun upaya kami tidak berhasil. Kami berusaha lari sekencang mungkin agar bisa terhindar dari raksasa itu. Saat raksasa itu mendekat, aku muncul ide agar bisa melumpuhkan raksasa itu. Aku gunakan saja laser pengecil agar si raksasa menjadi kerdil. Saat aku mengeluarkan laser,ehh  si raksasa itu membuang senjataku dengan kibasan ekornya, akupun ikut terlempar oleh kibasannya. Namun aku tak mau menyerah, kini akan kugunakan samurai  abad 16 dari Jepang untuk mengalahkan si raksasa itu. Upaya pengibasan kini bisa kuhindari, justru ekor si raksasa itu putus karena ketajaman samuraiku. Tak hanya ekornya saja, kepalanya pun juga aku penggal. Aku belum puas, karena badan si raksasa itu masih bergoyang-goyang, jadi jantungnya aku tikam hingga si raksasa itu mati.
Pertarungan kami kini telah usai. Kami kedinginan sebab tak ada tempat yang dapat melindungi kami dari udara malam yang dingin. Alat penghangatpun tidak ada dalam kotak permintaanku. Selimut tidak ada, api unggun pun juga tidak ada. Kami memutuskan untuk saling memeluk, agar tubuh kami tetap hangat. Aku memeluk Putri sedangkan Galang memeluk Maria. Putri sangat senang, karena dia tidak kedinginan lagi. Hal ini membuat hubunganku semakin dekat dengan Putri.
Tak lama kemudian, kami terbangun dari tidur. Entah siang atau malam, perjalanan kami tetap harus berlanjut. Dari kejauhan terlihat sinar, tetapi sinar itu tidak seperti biasanya, sinar itu berwarna biru. Kami berlari penuh semangat karena telah menemukan jalan keluar. Galang dan Maria terus mengeluh karena merasa tidak akan sampai ke jalan keluarnya. Aku dan Putri menasehati mereka agar selalu tidak mengeluh, karena perjalanan yang kita jalani masih panjang. Sambil berjalan, kami mengobrol dan bercanda bersama agar tidak ada rasa jenuh. Tak terasa, akhirnya kami menemukan jalan keluarnya. Tetapi perkiraan kami sangat berbeda dari kenyataannya. Ternyata jalan keluar ini tidak menuju hutan, tetapi menuju Goa bawah laut. Namun kami tidak menyesal berada disini. Karena panorama di tempat ini sangat eksotis. Panorama ini jelas berbeda saat aku tinggal pada abad 25, sehingga kami harus mengabadikan momen indah ini. Kami semua narsis dengan latar belakang Goa bawah laut yang indah. Semuanya sangat ekspresif saat berpose di depan kamera.
Namun kesenangan itu tak belangsung lama, karena saat Putri sedang berpose, ada makhluk semacam gurita raksasa yang akan memakan Putri. Tanpa berpikir panjang, aku langsung merebut Putri. Aku memang sudah menangkap Putri, tetapi gurita itu sepertinya kelaparan dan ingin memakan Putri. Aku dibantu oleh Galang untuk bertempur dengan gurita bandel ini. Sambil bertarung, aku sedang mencari ide agar gurita ini benar-benar tidak menyakiti kami. Pertarungan kian memanas, tetapi akhirnya aku menemukan ide yang paling jail. Aku meminta sound system pada kotak permintaanku. Saat Galang dan gurita berperang, aku menyalakan music berdentum keras. Tak disangka gurita itu terdiam dan tidak menyerang Galang lagi. Tetapi gurita itu justru berjoget ala Harlem Shake yang kini sedang tren. Kami semua tertawa terbahak-bahak. Kami tidak mau menyia-nyiakan momen yang bagus ini. Aku meminta Maria untuk merekam aksi gurita berjoget ala Harlem Shake bersama aku, Putri, dan Galang. Tarian itu ditutup dengan menyelamnya gurita secara perlahan.
Petualanganku tidak sampai situ saja, kami terus mencari kegirangan dan kekonyolan yang gila. Dari goa bawah laut, kami harus menyelam agar bisa menuju permukaan air. Setelah mencapai permukaan laut, kami menepi ke pulau terdekat. Kami terus berkeliling mengitari pulau ini. Tak lama kemudian aku melihat Tyrannosaurus Rex atau yang biasa disebut T-rex dan menyuruh temanku agar bersembunyi di balik batu besar. T-rex itu semakin dekat dan kami semakin ketakutan. Tetapi Galang punya ide yang bagus agar T-rex ini kapok. Galang menyuruhku untuk menarik tali yang diberikannya. Jebakan Galang ini berhasil, yang sanggup menjatuhkan si badan kekar ini. Namun tak lama kemudian, T-rex itu terbangun dan mengejar kami yang sedang melarikan diri. Aku harus menyiapkan ide yang cemerlang agar T-rex itu tidak menyerang kami terus. Tetapi aku sudah kehabisan akal, aku meminta temanku agar mencari ide untuk meruntuhkan si badan kekar itu. Tak lama kemudian aku punya ide yang paling nakal. Aku meminta hotdog ekstra pedas pada kotak permintaan. Tetapi temanku memahariku.
“Gaga!! Sekarang bukan waktunya makan!” teriak Galang.
“Sudahlah, aku punya ide bagus dari hotdog ini Lang” sahutku.
Lalu aku meminta Galang agar hotdog itu dilempar ke mulut T-rex saat mulutnya terbuka. Saat hotdog itu masuk ke dalam mulutnya, aku sangat senang. T-rex itu terdiam sejenak. Tak lama kemudian, suara perut keroncongan terdengar dari perut T-rex itu, dia malu dan berkata
“upss....maaf aku ngentut” dengan suara kentut yang kencang, dia langsung meninggalkan kami untuk buang air ke toilet.
Kini sudah tak ada lagi monster yang mengancam kami. Setelah 1 bulan di hutan, sebenarnya kami ingin pulang kembali ke abad 25, tetapi Putri dan Maria sudah betah di Pulau ini. Jadi kami membatalkan perjalanan pulang, hingga pada akhirnya kami membangun rumah sederhana di pesisir pantai. Di sana kami hidup bahagia dan damai sejahtera. Sudah tak ada lagi monster yang menyerang kami, sebab kami sudah kenal dan akrab pada semua makhluk di pulau ini.
Di pulau ini aku melangsungkan pernikahan bersama istriku tercinta, Putri. Galang dan Maria juga melangsungkan pernikahan. Kami semua hidup senang,  sebab tujuan kami ke pulau prasejarah telah berhasil. Kini kami dapat menghirup udara segar, menikmati panorama yang indah, dan dapat berinteraksi langsung dengan makhluk di sekitarku.