Pada abad 25 yang
kini kutinggali, tak pernah sekalipun
kuhirup udara segar, semua hutan di bumi
telah tiada dan tak ada satu makhluk pun yang dapat hidup di bumi selain
manusia.
Aku sudah jenuh dengan dunia seperti ini, aku
ingin merasakan indahnya dunia, udara yang begitu segar, dan langit yang cerah.
Tak lama kemudian, aku mengajak 2 sahabatku yang bernama Galang dan Maria untuk
merasakan segarnya dunia di masa lalu. Betapa senangnya aku, karena mereka
tidak menolak permintaanku. Akhirnya kami merancang mesin waktu yang bisa
kembali pada masa prasejarah. Tidak mudah untuk merancang mesin waktu, banyak
kendala yang kami dapatkan. Namun dengan kesabaran dan keuletan kami, kendala
itu dapat kami atasi bersama-sama. Sebulan sudah kami merancang mesin waktu
itu, kini saatnya berkemas dan istirahat sejenak.
Rasa kantuk masih terasa, mataku juga sulit
kubuka, namun sekarang saatnya berangkat. Namun sebelumnya, kami berdoa bersama
agar perjalanan kami selamat. Kami bertiga dan tak lupa pacarku Putri duduk
dalam tabung bening yang siap mengantarkan kami pada masa T-rex masih ada.
Galang telah memasukkan kata sandi untuk
berangkat dan tabung kami pun melesat sangat cepat, bahkan kecepatannya 2 kali
lebih cepat dari kecepatan cahaya. Hanya dalam selang waktu 15 menit, kami
terdampar di pulau yang sepi. Meskipun matahari masih bersinar, kami sangat
takut karena mendengar suara yang aneh. Karena begitu penasarannya, kami
menyusuri pulau ini sampai ke dalam hutan.
Kini sang mentari telah turun, itu membuat
kami semakin ketakutan. Jalanan becek dan berlumpur telah kami lewati, namun
kami terperosok ke jurang yang sangat dalam sebab saat itu sangat gelap. Jurang
ini sangat dalam dan untuk kembali ke permukaan sangatlah mustahil untuk
dilakukan. Setelah berputar-putar, kami menemukan lorong yang sangat besar.
Terpaksa harus kami memasuki lorong itu, karena hanya itu jalan satu-satunya
yang bisa kami lewati. Kami sudah sangat lelah dan akan istirahat sejenak di
dalam lorong tersebut. Namun rencana untuk istirahat telah dibongkar oleh monster
raksasa bermata satu yang tingginya 4x dari tubuhku. Kami berusaha melawan
moster itu dengan benda yang ada di dalam lorong tersebut. Kami melemparinya
batu, namun upaya kami tidak berhasil. Kami berusaha lari sekencang mungkin
agar bisa terhindar dari raksasa itu. Saat raksasa itu mendekat, aku muncul ide
agar bisa melumpuhkan raksasa itu. Aku gunakan saja laser pengecil agar si
raksasa menjadi kerdil. Saat aku mengeluarkan laser,ehh si raksasa itu membuang senjataku dengan
kibasan ekornya, akupun ikut terlempar oleh kibasannya. Namun aku tak mau
menyerah, kini akan kugunakan samurai abad
16 dari Jepang untuk mengalahkan si raksasa itu. Upaya pengibasan kini bisa
kuhindari, justru ekor si raksasa itu putus karena ketajaman samuraiku. Tak
hanya ekornya saja, kepalanya pun juga aku penggal. Aku belum puas, karena
badan si raksasa itu masih bergoyang-goyang, jadi jantungnya aku tikam hingga
si raksasa itu mati.
Pertarungan kami kini telah usai. Kami
kedinginan sebab tak ada tempat yang dapat melindungi kami dari udara malam
yang dingin. Alat penghangatpun tidak ada dalam kotak permintaanku. Selimut
tidak ada, api unggun pun juga tidak ada. Kami memutuskan untuk saling memeluk,
agar tubuh kami tetap hangat. Aku memeluk Putri sedangkan Galang memeluk Maria.
Putri sangat senang, karena dia tidak kedinginan lagi. Hal ini membuat
hubunganku semakin dekat dengan Putri.
Tak lama kemudian, kami terbangun dari tidur.
Entah siang atau malam, perjalanan kami tetap harus berlanjut. Dari kejauhan terlihat
sinar, tetapi sinar itu tidak seperti biasanya, sinar itu berwarna biru. Kami
berlari penuh semangat karena telah menemukan jalan keluar. Galang dan Maria
terus mengeluh karena merasa tidak akan sampai ke jalan keluarnya. Aku dan
Putri menasehati mereka agar selalu tidak mengeluh, karena perjalanan yang kita
jalani masih panjang. Sambil berjalan, kami mengobrol dan bercanda bersama agar
tidak ada rasa jenuh. Tak terasa, akhirnya kami menemukan jalan keluarnya.
Tetapi perkiraan kami sangat berbeda dari kenyataannya. Ternyata jalan keluar
ini tidak menuju hutan, tetapi menuju Goa bawah laut. Namun kami tidak menyesal
berada disini. Karena panorama di tempat ini sangat eksotis. Panorama ini jelas
berbeda saat aku tinggal pada abad 25, sehingga kami harus mengabadikan momen
indah ini. Kami semua narsis dengan latar belakang Goa bawah laut yang indah.
Semuanya sangat ekspresif saat berpose di depan kamera.
Namun kesenangan itu tak belangsung lama,
karena saat Putri sedang berpose, ada makhluk semacam gurita raksasa yang akan
memakan Putri. Tanpa berpikir panjang, aku langsung merebut Putri. Aku memang
sudah menangkap Putri, tetapi gurita itu sepertinya kelaparan dan ingin memakan
Putri. Aku dibantu oleh Galang untuk bertempur dengan gurita bandel ini. Sambil
bertarung, aku sedang mencari ide agar gurita ini benar-benar tidak menyakiti
kami. Pertarungan kian memanas, tetapi akhirnya aku menemukan ide yang paling
jail. Aku meminta sound system pada kotak permintaanku. Saat Galang dan gurita
berperang, aku menyalakan music berdentum keras. Tak disangka gurita itu
terdiam dan tidak menyerang Galang lagi. Tetapi gurita itu justru berjoget ala
Harlem Shake yang kini sedang tren. Kami semua tertawa terbahak-bahak. Kami
tidak mau menyia-nyiakan momen yang bagus ini. Aku meminta Maria untuk merekam
aksi gurita berjoget ala Harlem Shake bersama aku, Putri, dan Galang. Tarian
itu ditutup dengan menyelamnya gurita secara perlahan.
Petualanganku tidak sampai situ saja, kami
terus mencari kegirangan dan kekonyolan yang gila. Dari goa bawah laut, kami
harus menyelam agar bisa menuju permukaan air. Setelah mencapai permukaan laut,
kami menepi ke pulau terdekat. Kami terus berkeliling mengitari pulau ini. Tak lama
kemudian aku melihat Tyrannosaurus Rex atau yang biasa disebut T-rex dan
menyuruh temanku agar bersembunyi di balik batu besar. T-rex itu semakin dekat
dan kami semakin ketakutan. Tetapi Galang punya ide yang bagus agar T-rex ini
kapok. Galang menyuruhku untuk menarik tali yang diberikannya. Jebakan Galang
ini berhasil, yang sanggup menjatuhkan si badan kekar ini. Namun tak lama
kemudian, T-rex itu terbangun dan mengejar kami yang sedang melarikan diri. Aku
harus menyiapkan ide yang cemerlang agar T-rex itu tidak menyerang kami terus.
Tetapi aku sudah kehabisan akal, aku meminta temanku agar mencari ide untuk
meruntuhkan si badan kekar itu. Tak lama kemudian aku punya ide yang paling nakal.
Aku meminta hotdog ekstra pedas pada
kotak permintaan. Tetapi temanku memahariku.
“Gaga!! Sekarang bukan waktunya makan!”
teriak Galang.
“Sudahlah, aku punya ide bagus dari hotdog ini Lang” sahutku.
Lalu aku meminta Galang agar hotdog itu dilempar ke mulut T-rex saat mulutnya
terbuka. Saat hotdog itu masuk ke
dalam mulutnya, aku sangat senang. T-rex itu terdiam sejenak. Tak lama
kemudian, suara perut keroncongan terdengar dari perut T-rex itu, dia malu dan
berkata
“upss....maaf aku ngentut” dengan suara
kentut yang kencang, dia langsung meninggalkan kami untuk buang air ke toilet.
Kini sudah tak ada lagi monster yang
mengancam kami. Setelah 1 bulan di hutan, sebenarnya kami ingin pulang kembali
ke abad 25, tetapi Putri dan Maria sudah betah di Pulau ini. Jadi kami
membatalkan perjalanan pulang, hingga pada akhirnya kami membangun rumah sederhana
di pesisir pantai. Di sana kami hidup bahagia dan damai sejahtera. Sudah tak
ada lagi monster yang menyerang kami, sebab kami sudah kenal dan akrab pada
semua makhluk di pulau ini.
Di pulau ini aku melangsungkan pernikahan
bersama istriku tercinta, Putri. Galang dan Maria juga melangsungkan
pernikahan. Kami semua hidup senang,
sebab tujuan kami ke pulau prasejarah telah berhasil. Kini kami dapat
menghirup udara segar, menikmati panorama yang indah, dan dapat berinteraksi
langsung dengan makhluk di sekitarku.