21 Februari 2014
Teknologi Tradisional Terasering Subak
Tidak bisa dipungkiri lagi, Pulau Dewata menyimpan sejuta pesona yang tidak akan habis dieksplorasi. Hanya dieksplorasi lho, bukan dieksploitasi. Salah satunya adalah cara tanam terasering. Siapa sangka dibalik pesona hamparan sawah menguning di tanah berundak tersimpan selaksa makna. Cara tanam dimaksud selain untuk memanfaatkan dan mengoptimalkan lahan di perbukitan yang terjal juga bisa menjadi teknik pengendalian longsor mekanis.Pendekatan mekanis acap kali menjadi pilihan jika vegetative dianggap kurang memadai untuk mencegah terjadinya erosi.
Tak heran jika banyak turis baik local maupun mancanegara yang terpesona oleh keelokan persawahan terasering ini. Tercatat beberapa lahan persawahan terasering di Bali sudah ternama didunia, termasuk Tegalalang dan Jatiluwih. Bahkan, area persawahan tersebut dilindungi oleh UNESCO sebagai salah satu warisan budaya dunia.
Sebagai peneman dari cara tanam terasering, masyarakat Bali kerap mengadopsi distribusi pengairan yang mereka sebut sebagai Subak. Sistem yang sudah dikenal sejak ratusan tahun silam tersebut diyakini mampu meningkatkan produktifitas lahan pertanian di Pulau Dewata. Lewat Subak, para petani mendapatkan jatah air sesuai dengan ketentuan yang berlaku hasil dari musyawarah warga desa. Subak yang biasanya memiliki pura yang dinamakan Pura Uluncarik atau Pura Bedugul ini diperuntukkan bagi dewi kemakmuran dan kesuburan, Dewi Sri, biasanya diatur oleh seorang pemuka adat yang juga seorang petani.
Subak juga mengimplementasikan konsep Tri Hita Karana, atau hubungan harmonis antara manusia dan Tuhan, manusia dan alam serta hubungan antara manusia dengan manusia. Karenanya, kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam sebuah organisasi Subak tidak hanya melulu membahas tentang pertanian. Namun juga bisa meluas hingga masalah ritual dan peribadatan untuk memohon rejeki yang berlimpah
Sumber: palingindonesia.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar